Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang
disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan- harapan
baru yang dialami remaja membuat remaja mudah mengalami gangguan baik berupa
gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. (IDAI,2008 ; Nur,2010)
sehingga dalam periode ini terjadi perubahan yang sangat pesat dalam dimensi
fisik, mental dan sosial. Umumnya proses pematangan fisik lebih cepat dari
pematangan psikososialnya. Karena itu seringkali terjadi ketidak-seimbangan
yang menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan terhadap cemas. Kecemasan
sebagai salah satu bentuk dampak perubahan psikis yang dialami hampir setiap
remaja.
Biasanya
kecemasan muncul sebagai reaksi normal terhadap suatu yang menekan, dan karena
itu berlangsung sebentar (Ramaiah, 2003). Kecemasan bisa berpengaruh buruk pada
seseorang jika frekuensi timbulnya sering kali. Kecemasan dapat timbul dengan
sendirinya atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan
emosi. Kecemasan suatu keadaan emosional yang ditandai oleh rangsangan
fisiologis, perasaan-perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan
ketakutan, persangkaan (firasat) serta perasaan ngeri terhadap masa depan
(Semiun, 2006).
Dampak
tersebut dapat mencakup fisik maupun psikis, dari segi fisik akan berpengaruh
pada penurunan kondisi kesehatan secara umum, meliputi gangguan denyut jantung,
peredaran darah, gangguan pernafasan, sistem daya tahan tubuh, sistem
metabolisme dan seterusnya. Sedangkan dari segi psikis dapat memunculkan
gejala-gejala tingkah laku seperti adanya kecenderungan menarik diri dari
kehidupan social, berhalusinasi, berfantasi, menutup diri, bermuram durja,
pesimis, merasa tidak bahagia, cemas, depresi, merasa tidak dicintai, stress,
kesulitan berkosentrasi, agresif dan bertemperamen panas.
Gangguan
kecemasan pada umumnya adalah suatu kondisi penyebab kegelisahan atau
ketegangan yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan secara berlebihan
sering kali tanpa ada factor pemicunya.
Kecemasan sendiri lebih sering dialami wanita daripada pria (Ramaiah, 2006).
Perempuan lebih mengkhawatirkan keluarganya, kebutuhan pribadinya, kesehatan
dirinya dan berbagai isu (misalnya dalam dunia kerja dan mode) (Brown. L,
2006). Silverman (dalam Brown. L, 2006) juga mengatakan bahwa perempuan
dilaporkan lebih mencemaskan hal-hal yang berkaitan dengan sekolah, teman-teman
sekelas dan penampilan. Myers mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan
ketidak-mampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif,
eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitive (Myers, 1983 ; Trismiati,
2004). Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding
perempuan (Myers, 1983 ; Trismiati, 2004).
Individu yang mengalami
ancaman kecemasan senantiasa hidup dengan rasa takut terkena malapetaka serta
kuatir dalam sebagian besar aspek kehidupannya baik meliputi kesehatan, uang,
pekerjaan, kelurga dan sebagainya. Mungkin juga akan terjadi kepanikan akut
berulang kali dengan gejala yang lebih parah. Gejala-gejala gangguan kecemasan
secara umum antara lain senantiasa
diliputi ketegangan, rasa was-was yang sifatnya tidak menentu (diffuse
unessinnes), terlalu peka (mudah tersinggung) dalam pergaulan, sering merasa
tidak mampu, minder, depresi serba sedih, sulit kosentrasi dan mengambil
keputusan, serba takut salah, rasa tegang menjadikan yang bersangkutan bersikap
tegang-lamban yakni bereaksi secara berlebihan
terhadap rangsangan yang datang secara tiba-tiba atau yang tidak
diharapkan dan selalu melakukan gerakan neurotic tertentu, seperti mematahkan
kuku jari, mendeham dan sebagainya, adanya keluhan otot tegang khususnya bagian
leher dan sekitar bagian atas bahu, mengalami diare ringan yang kronik, sering
buang air kecil, dan gangguan tidur berupa insomnia atau mimpi buruk,
mengeluarkan keringat dan telapak tangan sering basah , sering berdebar-debar
dan tekananan darahnya tinggi, sering mengalami gangguan pernafasan dan
berdebar-debar tanpa sebab yang jelas, sering mengalami anxiety attacks atau
tiba-tiba cemas tanpa sebab yang jelas (Supratiknya, 2006).
Menstruasi
merupakan salah satu permasalahan yang penting pada remaja putri. Hal tersebut
menunjukan bahwa siklus masa subur pada wanita sudah dimulai. Menarche adalah
saat pertama kali remaja mengalami menstruasi dan salah satu perubahan yang
penting untuk menjadikan kematangan remaja memasuki masa puber
(Stainberg,2002). Kedatangan Menarche sering kali dianggap remaja sebagai suatu
penyakit, sehingga Menarche pada
remaja putri dapat menimbulkan kecemasan (Dariyo,2004;Hardiningsih,2009), ini
disebabkan oleh kesiapan mental, kurang memiliki pengetahuan dan sikap yang
cukup baik tentang perubahan-perubahan fisik dan psikologis terkait menarche, dan kurangnya pengetahuan
tentang perawatan diri yang diperlukan saat menstruasi (Ferry, 2007,
Hardiningsih;2009). Selain itu juga mengalami depresi dan mudah tersinggung
sebelum dan selama proses menstruasi (Hillary, 1988). Riset lain juga menemukan
bahwa wanita mengalami kecemasan yang tinggi, bermusuhan atau depresi saat pada
periode menstruasi daripada hari-hari lainnya (e.g. Golub,1976 ; Paige,1971 ;
Hilary,2002).
Kecemasan merupakan gejala yang sering terjadi dan sangat mencolok pada peristiwa menarche yang kemudian diperkuat oleh keinginan untuk menolak proses fisiologis tersebut (Kartono, 2006). Karena dalam siklus menstruasi sendiri banyak ditemui gangguan-gangguan yang sifatnya traumatis, salah satunya rasa sakit akibat menstruasi yang sangat menyiksa karena nyerinya luar biasa menyakitkan (Dismenorea). Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit-jangkit biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya. Selama dismenorea, terjadi kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan vasospasme dari arteriol uterin yang menyebabkan terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan merangsang rasa nyeri disaat menstruasi (Robert dan David; 2004, Nur;2010).
Kecemasan merupakan gejala yang sering terjadi dan sangat mencolok pada peristiwa menarche yang kemudian diperkuat oleh keinginan untuk menolak proses fisiologis tersebut (Kartono, 2006). Karena dalam siklus menstruasi sendiri banyak ditemui gangguan-gangguan yang sifatnya traumatis, salah satunya rasa sakit akibat menstruasi yang sangat menyiksa karena nyerinya luar biasa menyakitkan (Dismenorea). Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit-jangkit biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya. Selama dismenorea, terjadi kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan vasospasme dari arteriol uterin yang menyebabkan terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan merangsang rasa nyeri disaat menstruasi (Robert dan David; 2004, Nur;2010).
Pada
remaja putri menarche (menstruasi pertama) rata-rata usia 8-14 tahun, sehingga
tahun tahun pertama pola siklus haid tidak teratur. Hal itu dikarenakan belum
teraturnya siklus hormon seksual sebab estrogen pada permulaan menstruasi
sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanda sex sekunder.
(Chandranita;2009).
Menurut Dariyo (dalam Hardiningsih;2009)
terdapat 2 jenis reaksi remaja putri terhadap datangnya menarche yaitu :
a. Reaksi negatif yaitu
suatu pandangan yang kurang baik dari seorang remaja putri ketika dirinya
memandang terhadap munculnya menstruasi.
b. Reaksi positif yaitu
remaja putri yang mampu memahami, menghargai dan menerima adanya menarche sebagai
tanda kedewasaan seorang wanita.
Reaksi
cemas sebenarnya merupakan hal yang wajar bagi seseorang karena kecemasan itu
sendiri bisa membangun dan merugikan. Jika kecemasan tersebut dapat mendorong
seseorang kearah positif maka dapat dikatakan berguna sedangkan jika kecemasan
tersebut menyebabkan penderitaan maka akan menimbulkan kerugian. Untuk
menghilangkan kecemasan bagi kebanyakan orang yaitu berusaha meninggalkan
sumber dari kecemasan tersebut. Kelihatannya memang solusi yang sangat mudah
akan tetapi dalam kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan. Penggunaan
obat-obatan memang dapat membantu tapi hanya sementara dan sifatnya tidak dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi seseorang (O’connor, 2005)
Penelitian
mengenai kecemasan juga pernah dilakukan menggunakan terapi sistematis
Desensitiasi (SD) modifikasi perilaku yang menggunakan metode
pengkondisian dalam mengatasi kecemasan
seseorang, yakni mendapatkan rasa relaksasi untuk mendominasi atas perasaan
takut dan kecemasan untuk sistuasi tertentu yang mengancam dalam kehidupan
seseorang (Egbochuku, 2005). Penelitian serupa mengenai pengaruh pelatihan
meditasi juga pernah dilakukan di lakukan dan terbukti secara efektif mampu
menurunkan tingkat kecemasan (Afandi, 2007). Penelitian lain tentang meditasi
dalam bentuk baru yaitu meningkatkan kesadaran seseorang (Maindfulness Base
Cognitive Therapy) mampu menurunkan depresi tingkat tinggi (D. Teasdall,2000). Riset menggunakan meditasi mantra Islam ternyata
efektif dalam menurunkan tingkat agretivitas (Wahsun,2005). Herbert Benson juga
melaporkan bahwa penggunaan Meditasi ini mampu membuat pasiennya yang semula
mempunyai tingkat kecemasan tinggi atau pasien yang tingkat depresi rendah
hingga menengah menjadi lebih rendah lagi tingkat kcemasan, depresi, kemarahan
dan sikap bermusuhannya (O’connor,2005).
Sebuah
penelitian yang dikutip dari Health Magazine tahun 1995 wanita-wanita dengan
syndrome pramentruasi kronis mengalami penurunan hingga 58% dari gejala yang
mereka rasakan setelah menjalani terapi meditasi (Sindhu, 2009). Manifestasi
klinis syndrome pramenstruasi dapat berupa penuhnya payudara dan terasa nyeri,
bengkak, kelelahan, sakit kepala, peningkatan nafsu makan, iritabilitas dan
ketidakstabilan perasaan dan depresi, kesulitan dalam kosentrasi, keluar air
mata dan kecenderungan untuk melakukan kejahatan (Behrman, Kliegman and
Arvin;2000)
Disini
jelaslah unsur meditasi dalam bentuk apapun baik pendekatan mistik, semi
Transcedental Meditation ataupun sufi hingga bentuk meditasi yang dikembangkan
oleh ilmuwan sekarang yaitu pengembangan kesadaran diri kesemuanya sangat
berperan dalam mengatasi kecemasan
seseorang, Meditasi sendiri diyakini mampu berperan dalam mencapai
kesehatan yang lebih baik. Meditasi
merupakan jembatan yang menghubungkan konsep pemahaman kemampuan spiritual
dengan ilmu kedokteran. Kedua konsep tersebut tidaklah bertentangan.
Pengetahuan spiritual berpandangan bahwa kekuatan manusia yang tertinggi yang
mengatur mind dan body dalam otak. Sedangkan ilmu psikiatri modern mengajarkan
kemampuan manusia yang tertinggi terletak pada otak yang mengatur fisik dan
mental. Iskandar (2008) meditasi adalah latihan olah jiwa yang dapat
menyeimbangkan fisik, emosi, mental, dan spiritual seseorang.
Secara
medis dapat dikatakan bahwa meditasi yang dilakukan secara teratur akan
merangsang tubuh untuk menyembuhkan diri sendiri. Dalam studinya Richard
Davidson dan Jon Kabat-Zinn mengatakan bahwa terapi meditasi dapat mempengaruhi
kekebalan tubuh (Haynes dan Zabel ; 2004). Dengan
meditasi dimungkinkan terjadinya hemeostatik atau keseimbangan dalam otak. Hipotalamus sebagai sentral otak akan
bereaksi untuk meningkatkan fungsi kerja hormon. Dalam kondisi dan keadaan yang
demikian antibodi tubuh akan bekerja secara optimal.
Sedangkan pada siklus haid menunjukan adanya interaksi
kompleks antara hipotalamus, kelenjar pituitary, ovarium dan endometrium
(Hacker, 2001; Suwarni,2009). Pada kondisi gangguan menstruasi
pada remaja meditasi dapat dijadikan salah satu terapi mengatasi
permasalahan-permasalahan yang muncul saat mengalami menstruasi, karena
rileksasi ini mampu memberikan kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi hormon
yang penting untuk mendapatkan haid yang bebas dari nyeri (Arifin;2010,
Nur;2010).
Pada dasarnya meditasi
bisa dilakukan oleh siapa saja. Praktek meditasi adalah proses mengubah diri
untuk mempelajari cara kerja batin dan bagaimana pikiran serta emosi membentuk
persepsi. Saat ini, meditasi diajarkan dan dipraktekkan di rumah sakit untuk
meringankan stres dan mengatasi rasa sakit kronis. Meditasi juga dapat digunakan untuk
mengembangkan kualitas tertentu, seperti kasih sayang atau kebijaksanaan, juga
mengatasi masalah-masalah spesifik tertentu seperti pola emosional yang
destruktif, sakit yang kronis dan masalah hubungan antar relasi. Inti dari
meditasi ialah untuk tidak melarikan diri dari masalah namun melihat bahwa
segala sesuatu yang kita alami dapat diubah menjadi sumber suka cinta melalui
latihan meditasi. Penelitian
yang dilakukan oleh ilmuwan University
of Wisconsin di Madison menunjukkan bahwa meditasi mengaktifkan bagian otak
yang terkait dengan emosi positif (Haynes dan Zabel ; 2004)
Atas dasar hal tersebut peneliti mencoba mencari
salah satu solusi yang bisa digunakan dalam mengatasi gangguan kecemasan remaja
menghadapi menstruasi, yakni terapi meditasi. Terapi ini menekankan sugesti
diri sekaligus mewujudkan kedalam bentuk realitas kehidupan seseorang, baik itu
dari segi fisik maupun psikis. Disamping itu alasan lain penggunaan terapi ini
dalam hal kemudahan pelaksanaannya serta memiliki banyak manfaat, salah satunya
meredam kecemasan seseorang. Herbert Benson dan Meriam Z. Klipper (2000) terapi ini mampu menghilangkan
kelelahan dan membantu seseorang dalam menghadapi kecemasan, meredakan stress
yang dapat menimbulkan tekanan darah tinggi, pengerasan pembuluh darah,
serangan jantung dan stroke, mengurangi kecenderungan merokok, minum, melayang
bersama obat-obatan, dapat digunakan untuk membantu seseorang tidur nyenyak,
membuat seseorang lebih waspada sehingga mampu memusatkan perhatiannya pada
hal-hal penting, mampu menegaskan kembali manfaat meditasi dan doa dalam
kehidupan sehari-hari, dapat dihadiri tanpa membutuhkan kelas ataupun kuliah,
dapat digunakan dimanapun, bahkan selama dalam perjalanan kerja, tidak memiliki
efek samping.
Pendapat lain juga dikemukakan bahwa pendekatan yang
dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan antara lain yaitu psikoterapi, terapi
relaksasi, meditasi dan obat-obatan (Ramaiah, 2006). Jelaslah sudah berdasarkan
teori keilmuan dan manfaat yang diuraikan diatas maka meditasi dapat digunakan
sebagai salah satu strategi membantu seseorang mengatasi kecemasan seseorang.
Berangkat dari uraian diatas peneliti berkeinginan
untuk membuktikan kesesuaian teori dengan kenyataan dilapangan, yakni
menerapkan terapi meditasi dalam menurunkan tingkat kecemasan remaja menghadapi masa menstruasi. Berdasarkan
penelitian-penelitian tersebut peneliti lebih mencoba menspesifikasikan subyek
penelitian terbatas pada populasi
yang
kecil karena pada rentang usia
tersebut tidak semua siswa sudah mengalami menstruasi.
Sehingga harapan ke depan peneliti yang lain mampu mengembangkan penelitian ini
lebih lanjut dengan mengambil
subyek penelitian yang lebih besar dan rentang umur yang
lebih panjang
Peneliti : Dwi Atmaja, MPsi (2011) melakukan riset pada sebuah sekolah berbasis agama di wilayah Surabaya, Indonesia.
No comments:
Post a Comment